Wujudkan Kesetaraan Gender, Amalkan Perintah Agama
Monday, 5 November 2018
4 Comments
Tuhan Menilai
Atas Kesetaraan Gender, Tidak Membeda-Bedakan Jenisnya
Beberapa tahun
yang lalu, tidak ada kesetaraan gender dalam masyarakat.
Melakukan sebuah pembedaan antara wanita dengan pria. Wanita dianggap makhluk
ke dua yang memiliki kedudukan di bawah pria. Bahkan, budaya dengan semena-mena
mendeskriminasi seorang wanita. Wanita seolah dijadikan seorang pelayan yang sesuka
hati disuruh-suruh. Semua itu, dikarenakan sebuah budaya patriarkis yang
berkembang sehingga menjadikan laki-laki seolah penguasa di bumi. Sebuah
budaya yang buruk, jelas harus ditinggalkan.
Pasalnya, bukan hanya berdampak negatif terkait ketidak adilan. Tetapi, budaya
tersebut juga tumbuh dikarenakan terdapat oknum tertentu yang memberikan
doktrin. Mereka ingin menutupi kelebihan wanita, karena ketakutannya pria dapat
tertinggal dari perempuan. Mereka menanamkan ideologi yang beranekaragam, agar
dapat menyudutkan wanita. Bahkan, mereka berkedok menggunakan topeng agama.
Hanya sebuah kepentingannya yang coba disuntikkan secara terselubung pada tubuh
agama. Padahal, Tuhan memandang semua makhluknya sama. Pembedanya pada tingkat
iman, taqwa, akhlaq, dan ibadahnya.
Sehingga, menerapkan kesetaraan gender adalah menjalankan perintah agama. Harus diterapkan
dengan penuh kesungguhan dan kesadaran. Berbuat adil dan memanusian peran
wanita untuk mampu menjadi manusia nomer satu.
“Dan
sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam. Kami angkut mereka di daratan
dan di lautan. Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan.” (QS. Al-Isra': 70)
“Barang siapa
yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman. Maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.
Sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS.An-Nahl
[16]:97)
“Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling taqwa diantara kamu.” (QS.
Al-Hujuraat [49]:13)
Kesetaraan
Gender Ada Dalam 4 Madzab dan Kitab, So Ikutilah Ulama Sesungguhnya yang
Menulis Kitab, Bukan yang Suka Koar-Koar!
Kesetaraan
Gender - Para
masyarakat awam yang tidak mendalami agama, tertipu dengan penampilan seorang
oknum. Seolah menunjukkan sosok orang yang patuh akan agama. Sehingga, mereka
terhipnotis dengan penanaman kepentingan yang diselubungkan atas nama agama.
Beberapa orang umum, mereka mengira berbicara di atas mimbar dengan penampilan
tertutup dianggap ulama. Padahal, ulama yang sesungguhnya mereka alim. Bukan
sekedar berbicara dan bersorak. Tidak menyampaikan sesutau secara sepenggal.
Ulama sesungguhnya mereka yang menulis kitab dengan penuh hikmat. Keilmuwan
keagamannya tidak diragukan. Akhlaknya penuh dengan nilai theosentris-antroposentris.
Meraka para ulama yang menggunakan ilmu dan iman, dengan dibuktikan sebuah
karya ijtihad berupa kitab.
Sebuah contoh
isi kitab yang selama ini ditutupi oleh para oknum, tentang kidmat suami
terhadap istri. Orang umum mengira pekerjaan domestik seperti memasak, mencuci,
menyapu, hingga berbelanja menjadi tugas istri. Padahal itu salah besar. Cara
pandang tersebut bukan berasal dari agama Islam, melainkan dari peninggalan
budaya Jawa. Beberapa penceramah tidak mensyiarkan ijtihad para ulama di
berbagai sumber kitabnya. Mereka malah menutupi, seolah-olah budaya tersebut
benar.
Tugas wajib seorang istri dalam Islam sebenarnya adalah mendidik dan mengurus
anak dengan baik, serta memberikan pelayanan seksual kepada suami. Hingga anak
tumbuh menjadi pribadi yang beriman dan berakhlaq. Selebihnya seperti mengurus
rumah tangga, domestik, bekerja menjadi kewajiban suami. Dalam berbagai sumber
kitab disebut dengan kidmad suami terhadap istri. Sedangkan, Istri hanya sunnah
melakukan demikian. Referensi yang bisa dikorescek secara langsung.
Mazhab al-Hanafi
Al-Imam
Al-Kasani, dalam kitab Al-Badai'ush Shana'i = “Seandainya suami pulang
hanya membawa bahan makanan yang masih mentah, harus dimasak terlebih dahulu.
Lalu, istrinya tidak mau untuk memasak dan mengolahnya, maka istri tidak boleh
dipaksa. Suami diperintahkan untuk pulang membawa makanan yang siap santap.”
Mazhab Syafi'i
Al Imam Asy
Syairazi, dalam kitab Al Muhadzdzab = “Tidak wajib bagi istri membuat
roti, memasak, mencuci dan bentuk khidmat lainnya untuk suaminya. Karena yang
ditetapkan dalam pernikahan adalah kewajiban untuk memberi pelayanan istimta'
atau seksual. Sedangkan pelayanan lainnya, tidak wajib."
Mazhab Maliki
Ad Dardir,
dalam kitab Asy Syarhu Al Kabir = "Wajib atas suami melayani
istrinya, meski istrinya mampu berkhidmat. Bila suami tidak pandai memberikan
pelayanan, maka wajib baginya untuk menyediakan pembantu buat istrinya."
Mazhab Hambali
Imam Ahmad bin
Hambal berpendapat = "Seorang istri tidak diwajibkan untuk
berkhidmat kepada suaminya, baik berupa mengadoni bahan makanan, membuat roti,
memasak, dan yang sejenisnya, termasuk menyapu rumah, menimba air di sumur.
Karena aqad-nya hanya kewajiban pelayanan seksual. Dan pelayanan dalam bentuk
lain tidak wajib dilakukan oleh istri, seperti memberi minum kuda atau memanen
tanamannya."
Mengapa kewajibannya hanya mendidik anak? Pasalnya, ini menjadi tugas yang sangat berat. Masa depan agama dan bangsa
tergantung pada hasil didikan seorang wanita. Wanita menjadi tonggak bagaimana
seorang anak nanti tumbuh dan berkembang. Tanggungjawab yang sebesar itu, masih
ditambah harus mengurus anak dengan baik dan kasih sayang. Mangkanya, Islam
mengatur sesuatu secara proporsional bukan dilihat dari kuantitas atau berapa
banyak yang dilakukan, tetapi pada value. Seberapa berat
tanggungjawab tersebut, sehingga tidak memungkinkan jika diberikan tugas
bertumpuk.
Mangkanya,
banyak anak tumbuh dengan mental yang tidak sehat atau bahkan terjerumus
kenakalan remaja dan eksploitasi anak. Semua diakibatkan salahnya pandangan
budaya, yang memberikan tugas bertumpuk-tumpuk pada wanita. Padahal, itu bukan
kewajibannya. So, mulai sekarang mari kita wujudkan kesetaraan gender sesuai
ajaran ulama yang sesungguhnya. Bukan yang sekedar bicara di atas mimbar.
Tetapi, ulama yang alim dengan karangan kitabnya.
DUKUNG SITUS INI YA PEMIRSA, SUPAYA KAMI SEMANGAT UPLOAD CONTENT DAN BERBAGI ILMU SERTA MANFAAT.
DONASI DAPAT MELALUI BERIKUT INI =
0177-01-042715-50-9
EKA APRILIA.... BRI...
0895367203860
EKA APRILIA, OVO
Pasalnya, bukan hanya berdampak negatif terkait ketidak adilan. Tetapi, budaya tersebut juga tumbuh dikarenakan terdapat oknum tertentu yang memberikan doktrin. Mereka ingin menutupi kelebihan wanita, karena ketakutannya pria dapat tertinggal dari perempuan. Mereka menanamkan ideologi yang beranekaragam, agar dapat menyudutkan wanita. Bahkan, mereka berkedok menggunakan topeng agama. Hanya sebuah kepentingannya yang coba disuntikkan secara terselubung pada tubuh agama. Padahal, Tuhan memandang semua makhluknya sama. Pembedanya pada tingkat iman, taqwa, akhlaq, dan ibadahnya.
Sehingga, menerapkan kesetaraan gender adalah menjalankan perintah agama. Harus diterapkan dengan penuh kesungguhan dan kesadaran. Berbuat adil dan memanusian peran wanita untuk mampu menjadi manusia nomer satu.
DUKUNG SITUS INI YA PEMIRSA, SUPAYA KAMI SEMANGAT UPLOAD CONTENT DAN BERBAGI ILMU SERTA MANFAAT.
DONASI DAPAT MELALUI BERIKUT INI =
0177-01-042715-50-9
EKA APRILIA.... BRI...
0895367203860
EKA APRILIA, OVO
Semoga bisa di implementasi kan karena sudah cukup bagi kaum misoginis untuk tidak merampas hak kaum hawa..
ReplyDeleteHaram Terdiam!
Benar banget gan.
DeleteMari bersama-sama untuk terus menyuarakan dan menerapkan kesetaraan gender dimanapun kita berada!
Coba tolong buat artikel gender tetapi memakai pisau analisis hermeneutika yang di gunakan para interpreter kontemporer. Seperti rif'at hasan, muhammad syahrur dll
ReplyDeleteTerimakasih banyak gan atas sarannya.
DeleteOke, ingsyaAlloh ke depan kami akan sajikan content Kesetaraan Gender dalam perspektif Tafsir Kontemporer, dengan analisa Hermeneutika.