Facebook Akan Didelete, Benarkah? Nih, Polemik Pendiri Facebook Yang Mengejutkan!
Sunday, 27 October 2019
Add Comment
Web Developer = @Ratu Eka Bkj
Penulis = @Nur Khayat
Facebook sejak awal diciptakan oleh Sang Pendiri Facebook, guna sebagai media untuk saling berkomunikasi dan berekspresi. Maka tidak heran jika Mark Zuckerberg, Nama Pendiri Facebook memberikan kebebasan pada para penggunanya untuk menuliskan opini mereka di kolom status Linimasa. Sayangnya, belakangan ini kebebasan berpendapat tersebut justru menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Dikarenakan, penyalahgunaan sebagian orang yang mengedarkan berita palsu. Dimana berita hoax, ditakutkan dapat memicu kekacauan. Oleh karena itu, kita sebagai pengguna media sosial harus bijak dalam menyampaikan atau menerima informasi.
Pendiri Facebook sendiri juga mengingatkan masayarakat, terutama para user untuk tidak terlalu terpancing dalam ketegangan. Mark Zuckerberg, bahkan pernah menyatakan bila dirinya tidak pernah berpikir jika orang-orang akan menganggap atau mengatakan bahwa apa yang diputuskan oleh sebuah perusahaan teknologi adalah kebenaran mutlak. Selain dukungannya pada kebebasan berpendapat, Siapa Pendiri Facebook akhir-akhir ini menjadi pertanyaan yang disorot karena sepak terjangnya.
Gesekan Pendiri Facebook Dengan Pemilik Tik Tok
Selain memberikan dukungan pada kebebasan berpendapat, Pendiri Facebook juga disorot karena pernah bersitegang dengan pihak lain. Maka, tidak heran jika publik semakin mengenal Siapa Pendiri Facebook. Salah satu pihak yang pernah disinggung oleh Mark Zuckerberg adalah Tik Tok. Dalam suatu kesempatan, Mark Zuckerberg pernah mengatakan bahwa WhatsApp banyak digunakan oleh pendemo dan Aktifis. Karena, WhatsApp memberikan mereka kebebasan dan menjaga privasinya.
Sementara Tik Tok menyaring beberapa konten, terutama terkait aksi demo di Hongkong. Pendiri Facebook bahkan tidak segan menuding pihak Tiktok dan China sebagai pengancam kebebasan berpendapat. Tudingan Mark Zuckerberg ini bukan tanpa alasan, pemblokiran yang dilakukan Tik Tok atas permintaan pihak Tiongkok memang berpotensi pada munculnya konflik lainnya. Akan tetapi, ketegangan ini bisa saja dipicu oleh berdirinya salah satu kantor Tik Tok yang berdekatan dengan kantor utama Facebook.
Polemik Pendiri Facebook dan Seruan Delete Facebook
Selain Kekayaan Pendiri Facebook, juga dikenal karena polemik yang kini sedang booming diperbincangkan. Selain masalah dengan pihak kompetitor, problem lain yang dihadapi oleh Pendiri Facebook ternyata juga menyangkut urusan politik. Masalah ini berawal dari bocornya pertemuan antara Mark Zuckerberg selaku CEO Facebook dengan Partai Republikan, partai politik Amerika Serikat. Kabarnya, pertemuan ini bocor setelah diberitakan oleh media Politico. Tujuan dari pertemuan tersebut dituding sebagai salah satu usaha untuk menambah kekuatan bagi partai sayap kanan. Sebutan partai sayap kanan ini, merujuk pada pandangan konservatif dari parpol tersebut. Sebelum diadakannya pertemuan antara Mark Zuckerberg dengan pihak Republikan, partai konservatif dikenal gencar dalam memberikan tekanan terhadap Facebook. Seakan ingin menggiring opini publik, Partai Republikan menuding Facebook telah dengan sengaja memblokir konten-konten yang mendukung partai tersebut.
Parahnya lagi, kecurigaan tersebut diperkuat dengan dugaan bahwa Mark Zuckerberg cenderung berpihak pada Partai Demokrat. Untuk mencegah hal yang tidak diinginkan, Partai Republikan terus menekan Facebook untuk tidak menghentikan propaganda yang mendukung sayap kanan. Berdasarkan apa yang diberitakan media Politico, Facebook yang tertekan akhirnya terpaksa menuruti kemauan pemerintah. Bocornya pertemuan itu, sontak memancing reaksi netizen. Netizen yang tidak puas dengan pertemuan itu, kemudian membuat tagar #deletefacebook di akun sosial media mereka dan menyebarkan secara luas.
Pendiri Facebook Mengalami Tekanan Dari Berbagai Negara
Belum lama ini, kabarnya Pendiri Facebook telah diminta oleh sejumlah Negara untuk memberikan akses backdoor. Yang mana, ini memungkinkan beberapa Negara untuk mengakses hampir seluruh konten yang bisa ditemukan di salah satu media sosial paling populer ini. Tentu saja, akses ini termasuk pesan pribadi dari para pengguna Facebook. Negara-Negara yang menginginkan akses backdoor tersebut antara lain Amerika Serikat, Inggris dan Australia. Entah mengapa, pada tanggal 4 Oktober 2019 pihak Facebook mendapat sebuah surat terbuka yang dikirim oleh tiga pihak sekaligus. Orang-orang yang mengirim pesan terbuka tersebut antara lain: Jaksa Agung Amerika Serikat William Bar, Menteri Dalam Negeri Kerajaan Inggris Pritty Patel, dan Menteri Dalam Negeri Australia Peter Duton.
Jika ditelisik lebih jauh, Inggris dan Amerika Serikat memang pernah melakukan perjanjian terkait akses data. Alasannya adalah, untuk membantu proses peyelidikan terhadap berbagai kasus kejahatan yang mungkin terjadi seperti: Pelecehan anak, eksploitasi anak di bawah umur, perdagangan senjata, dan lain sebagainya. Dengan adanya perjanjian tersebut, lembaga hukum dari pihak terkait dapat secara legal meminta data yang dimiliki oleh sebuah perusahaan teknologi. Mark Zuckerberg nama Pendiri Facebook, tentu sudah mengerti resiko yang akan dihadapi jika sampai menyerahkan data penting tersebut kepada pemerintah. Apalagi, jika permintaan itu datang dari Negara lain. Akan tetapi, jika kita berkaca pada fenomena penyalahgunaan media sosial yang sering terjadi saat ini, permintaan tersebut memang layak dipertimbangkan. Meskipun begitu, bukan tidak mungkin jika perjanjian tersebut justru akan mengancam keamanan privasi dan kebebasan berpendapat.
Tanggapan Pendiri Facebook Terkait Layanan Backdoor
Menanggapi permintaan tersebut, Pendiri Facebook dengan tegas menolak adanya akses yang mengancam keamanan privasi dan kebebasan beropini penggunanya. Mark Zuckerberg memang tidak menampik adanya kekhawatiran terkait aksi kejahatan. Namun, dia juga tidak bisa begitu saja memberikan layanan yang dapat mengancam privasi user. Alasan untuk mencegah eksploitasi anak, perdagangan senjata dan lain sebagainya memang terdengar masuk akal. Akan tetapi, sebagai sebuah platfom sosial media, menjaga privasi dan hak pengguna juga harus dipertimbangkan. Oleh karena itu, ada baiknya jika pihak pemerintah dalam hal ini Amerika Serikat, Inggris, dan Australia mempertimbangkan kembali keinginan mereka untuk meminta layanan backdoor. Jika memang diperlukan, sebenarnya mudah bagi pihak Facebook untuk mengawasi aktivitas para pengguna tanpa harus melibatkan pemerintah secara langsung.
Pro-kontra yang sedang dihadapi Pendiri Facebook, bukan tidak mungkin terjadi pada sosial media lainnya. Bahkan bisa dikatakan bahwa, hal tersebut memang sudah terjadi. Tekanan yang dialami Tik Tok terkait aksi demonstrasi di Hongkong adalah salah satunya. Twitter juga mungkin akan segera menyusul dua kompetitornya. Masalah privasi dan kebebasan dalam menyampaikan opini, mungkin harus dibahas secara mendalam untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Selain itu, pihak-pihak terkait mungkin juga perlu memberikan edukasi tentang cara dan batas-batas dalam menyampaikan pikiran. Sekian untuk argumentasi kami, semoga informasi ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ini bermanfaat, silahkan Anda share ke seluruh akun sosial media kalian!
Sumber:
m.liputan6.com
www.cnbcindonesia.com
m.detik.com
DUKUNG SITUS INI YA PEMIRSA, SUPAYA KAMI SEMANGAT UPLOAD CONTENT DAN BERBAGI ILMU SERTA MANFAAT.
DONASI DAPAT MELALUI BERIKUT INI =
0177-01-042715-50-9
EKA APRILIA.... BRI...
0895367203860
EKA APRILIA, OVO
0 Response to "Facebook Akan Didelete, Benarkah? Nih, Polemik Pendiri Facebook Yang Mengejutkan!"
Post a Comment