Apakah Cinta Itu Buta atau Semu? Nih Filosofinya Yang Nggak Kamu Sadari
Penulis & Motivator: @Ratu Eka Bkj
CEO, Owner, Founder “EKA BKJ”
Ngebicarain tentang cinta, pasti anak muda paling semangat nggak sih?!
Tapi kalian tahu nggak Guys, kalau sebenarnya selama ini kamu cuman mengumbar kata “Cinta” doang. Loh kok gitu? Soalnya, kamu tuh sering ngucapin dan ngungkapin tanpa filosofi makna yang mendasar.
Banyak orang terjebak dengan pengertian cinta yang secara umum. Menjelaskan bawa, cinta sebagai perasaan yang tumbuh di antara lawan jenis. Membuat seseorang merasa berdebar-debar, dan bahagia ketika di dekatnya. Nyaman dan kasih sayang, dengan saling menerima apa adanya. Gitu sih, kata kebanyakan orang.
Namun, apakah penjelasan di atas sudah tepat atau belum Guys?
Menurut aku, sebenarnya kebanyakan orang hanya membangun persepsi yang semu akan arti tersebut. Karena, cinta yang sesungguhnya masih menjadi misteri. Pasalnya, berbagai teori belum mampu mendefinisikan falsafah cinta secara ilmiah. Belum ditemukan rasionalisasi yang dapat terukur.
Sebagian besar orang hanya terpaut visualisasi cinta pada dasar rasa dan afektif saja. Atau, justru sebagai hasrat melampiaskan naluri otak reptil. Dimana obsesi yang menggerakkan jiwa untuk menghampiri. Bahkan, sebagaimana fenomena yang ada. Sebagian orang mencintai dengan buta, tanpa sanggup memberikan alasan akan perasaan yang dialami. Atau, sebaliknya mencintai atas dasar kebutuhan dan fungsionalitas saja.
Memang sejak zaman dahulu hingga kontemporer saat ini, cinta menjadi sesuatu yang rumit buat diperbincangkan. Terlebih, telah menjadi perdebatan bagi para kalangan Filosof. Mulai dari perspektif Filsafat Yunani Kuno, Filsafat Kontemporer, Kalangan Sufi, Theology, Pakar Psikologi, Sastrawan, dan Musisi. Hasilnya, belum mampu ditemukan secara objektif mengenai arti cinta itu sendiri. Berbeda, dengan ilmu sains yang pasti.
Bapak psikologi yang menjadi favorit Saya adalah, Sigmund Freud. Dia mengatakan begini, "Kita benar-benar hanya tahu sedikit sekali tentang cinta". Statement yang skeptis akan cinta ini bukan tanpa dasar. Namun, justru karena bukti fenomenologis yang banyak beredar di tengah masyarakat.
Dimana relationship percintaan biasa didasarkan atas alam bawah sadar, ada orang yang sanggup berkorban tanpa mempertimbangkan keuntungan. Seperti halnya kisah Romeo Juliet yang rela mati demi pasangan. Ini sangat nggak masuk akal dan merugikan diri sendiri, tidak sesuai logika. Atau, justru terdapat pula banyak kisah orang yang awalnya mencintai dengan seiring waktu luntur perasaan tersebut.
Selain itu, Filsuf besar Islam Ibnu Arabi juga berpendapat. Dia berkata bahwa, "Jika seorang mengaku bisa mendefinisikan cinta jelas ia belum mengenalnya". Hal ini dapat diketahui, semakin kita menelusuri tentang cinta maka semakin kita dibikin pusing olehnya. Banyak ambiguitas yang muncul, dan tidak sesuai struktur logika.
Nah, usut punya usut ternyata cinta hanyalah propaganda yang dihasilkan dari dunia drama atau entertainment. Sebagaimana, cerita yang sandiwara dan disetting dengan sedemikian rupa agar viral. Merupakan, keperluan industri untuk membuat booming sebuah istilah atau kata. Supaya, menarik perhatian target market untuk mempengaruhi banyak penonton.
Yakni, berawal dari kisah imajinasi yang ditulis skenario-nya menjadi sebuah film. Laila Majnun dan Romeo Juliet, merupakan sandiwara panggung Barat milik Shakespeare. Kemudian, kisah tersebut trending dimana-mana dan mempengaruhi mindset banyak orang. Sehingga, masyarakat ter-influence untuk menggunakan kata "Cinta". Hingga, mendramatisir artinya bak cerita series tersebut. Jadi, cinta yang diumbar muda-mudi hanyalah fatamorgana saja sebagai khayalan doang.
Menurut Filsafat Rasionalisme Rene Descartes mengajarkan bahwa, perlu memulai sesuatu dengan skeptisisme (Paham yang selalu meragukan sesuatu). Agar, dapat sampai pada titik puncak jawaban yang dicari. Sehingga, langkah untuk mengetahui cinta yang sebenarnya harus memiliki rasa ragu. Artinya, jangan mudah mengatakan cinta pada manusia jika engkau belum menemukan filosofi yang sejati.
Terlebih, dalam culture Tasawuf dan para Sufi menggunakan diksi cinta atau mahabbah pada sesuatu yang sakral. Artinya, sebagai wujud persatuan akan Tuhan. Penemuan atas citra Tuhan yang memancar pada jiwa manusia. Terbukanya hijab, untuk kasyaf akan kehadiran Sang Maha Pencinta pada lubuk kalbu hamba.
Apalagi, tauhid kepada Allah SWT sangatlah utama sebagai manifestasi syahadat. Sebagaimana, syahadat menjadi rukun Islam yang utama. Maka, bersandarlah dan limpahkan segala ketergantungan hanya kepada Sang Maha Esa. Karena, Tuhan Maha Pencemburu terhadap para ciptaan Nya. Maka, berikan cinta pada Sang Maha Pengasih dan Penyayang pemilik segala arsy. Sehingga, bukan menjadi semu apalagi buta. Justru, menemukan sejati-Nya yang sejati.
Owner, Founder, CEO
= 085704703039
Customer Service
DUKUNG SITUS INI YA PEMIRSA, SUPAYA KAMI SEMANGAT UPLOAD CONTENT DAN BERBAGI ILMU SERTA MANFAAT.
DONASI DAPAT MELALUI BERIKUT INI =
0481723808
EKA APRILIA.... BCA
0895367203860
EKA APRILIA, OVO
Cinta,, hahaha,, yg saya tau, saya sayang sama istri saya mbak.. wkwkwk
ReplyDeletehehe, masih soal feel afektif yang sulit didefinisikan secara filosofi
DeleteCinta emang sesuatu yang rumit buat diperbincangkan, karena banyak pendefinisian didalamnya hihi
ReplyDeleteSebab cinta berasal dari afektif yang sulit dirasionalkan, hehe
DeleteMakna cinta yang saya tahu masih sangat dangkal ternyata, tapi saya sangat takjub dengan rasa cinta yang selalu hadir walaupun tidak kita minta.
ReplyDeleteKarena cinta sesuatu yang abstrak maka sulit didefinisikan secara logika.
Deletecinta, yaa satu kata yang tak ada habisnya.
ReplyDeletepernah dengar suatu ungkapan, cintailah kekasihmu sedang sedang saja, bisa jadi dia akan menjadi musuhmu suatu saat nanti. dan bencilah musuhmu sedang sedang saja bisa jadi dia akan menjadi kekasihmu suatu saat nanti.
Karena, cinta di dunia ini hanya fana dan fatamorgana. Semua orang bisa fleksibel, kadang baik dan kadang buruk. Karena, manusia tidak sempurna dan tidak abadi.
DeleteHanya cinta kepada Tuhan yang sejati.