BAB 2 Buku Membusuk di Dalam Surga, Airmata dan Senyuman
2
Airmata dan Senyuman
“Huuuuuuaaaaaaccchhhhhh.” Uapku ketika membuka mata dari baringan tempat tidur.
Kurasakan mentari tak satu muka seperti masa kecilku. Uhhhh, ternyata aku sudah lulus SD. Tak lagi aku sapa udara yang seringkali panas, di depan rumah. Ikut Ayah ke laut dengan Sahabat laki-lakiku. Memancing ikan bersama. Sambil bergaya meneliti seperti Ilmuwan, hehehe. Memandangi keliaran Nelayan yang kebanyakan dari Jawa, atau melihat kerumunan orang mengelola limpahan sumber daya alam seperti kata Ayah.
Mendekap suasana kota nan lumayan bising. Udara seakan menggantung. Berayun. Terkadang panas terkadang dingin. Yah, aku mencoba membuka mata lebar-lebar. Ternyata, sudah tak kutemui bau pantai di dekat rumah. Wahhh aku sudah berada di Jawa Timur, tepatnya Dusun Blimbing Desa Ngranti Kecamatan Boyolangu Kabupaten Tulungagung.
“Nia…..Nia…..Nia….. Tokkk…Tookk. …Tok…Uda mandi belum? Itu sama Ibumu mau diajak ke pasar.” Suara Ayah di depan pintu kamar.
“Bentar Yah.”
Hari ini sekolah libur, Ibu sengaja mengajak aku ke pasar. Sesampainya di tempat, mata melirik-lirik kerumunan tubuh-tubuh mengitari pasar. Sebelah kanan sudut mataku, terlihat stasiun. Ya benar, pasarnya dekat stasiun. Melototi beberapa makanan dan minuman, kuduga itu khas Tulungagung. Rasa penasaran memuncak, daripada membawa penyesalan mending aku tanyakan pada salah satu Penjual.
“Bu bentar ya Nia mau tanya-tanya dengan Penjual?”
“Ya Nduk, jangan lama-lama !” Jawab Ibu menasehati.
“Selamat pagi Pak,” sapaku pada salah satu Penjual.
“Pagi juga Dek, mau beli apa?”
“Beli ini. Namanya apa ya Pak, berapa harganya?” Jawabku sambil menunjuk barangnya.
“Ini nasi pecel Dek, harga-nya 3 ribu. Adek bukan orang sini ya?”
“Wah murah sekali Pak. Sejak kecil diajak merantau orang tua di Bagansiapiapi Pak.”
“Oh pantes saja Dek. Ini pecel-nya!”
“Makasih Pak. Pak maaf mau tanya, semua makanan dan minuman yang dijual disini ciri khas Tulungagung ya?”
“Hampir semua Dek.”
“Apa saja Pak?”
“Nasi pecel, sompil, kacang Shanghai, ireng-ireng, sredeg, cenil, kopi cethe, wedang jahe sere, dawet caon, rujak uyub, beras kencur, dan masih banyak lagi Dek.”
“Wah banyak ya. Oh ya Pak, ini pasar apa namanya Pak?”
“Pasar Wage Dek.”
“Terimakasih Pak.”
***
Aku tatap arlojiku, seakan mengusik kalbu. Mendekap puncak langit-langit. Hah, jam ini sungguh tak bersahabat. Sudah setengah 11 siang. Bergegas ku temui Ibu. Mengayuh tubuh tuk meluncur di sebuah kotak keluarga.
Sesampainya di rumah, kubanting tubuh ini di atas kasur. Melelehkan rasa capek.
“Entar sore jalan-jalan sama Sahabat aja dah, ke alun-alun,” pikirku.
Sore telah tiba. Suasana kota begitu rame. Khususnya alun-alun. Tebaran dedaunan kesana-kemari. Berhiaskan kepakan merpati. Air mancur, dan pemandangan alun-alun yang menawan. Percandaan semanis madu, kegokilan seakan mencubit kalbu. Begitu menggemaskan bersama Pokemon. Menikmati es berdua. Bercanda bareng sambil bergaya seperti Peneliti, mengamati sekitar dan mendiskusikan. Ahhh, jadi ingat waktu kecil.
***
Mentari telah tersenyum di depan mata. Mengepakkan sayap. Melambaikan jari-jemarinya. Seperti biasa, suara uduk-uduk motor itu menyapa. Pokemon, dia adalah Sahabat setia. Setiap hari menjemput dan mengantarkan aku pulang. Menghiasi pelabuhan dunia.
Tak terlupakan nasi pecel dengan lauk telur mata tahu, selalu menjadi bekal dari Ibu. Yeah, itu memang makanan kesukaanku yang selalu disiapkan. Selama langkah perjuangan di SMP. Aku selalu memakan-nya, setiap istirahat di kantin. Bersama Sahabat terbaikku, Pokemon.
Hari-hari terasa bersinar, karena keberadaannya. Walau seharusnya, hatiku menangis. Banyak teman-teman tidak menyukai aku. Terutama Geng Fantasi, beranggotakan 4 anak dan satu Leader yaitu: Lusi, Naila, Riko, Anjar, dan Sella sebagai Leader.
Mereka memberi julukan kepadaku ”Sie Over Pendingin”. Mempengaruhi anak-anak untuk mengejekku. Prestasi dan keaktifan aku di kelas, membuat teman-teman iri. Apalagi, aku sedikit sulit bercanda dengan mereka. Terkesan cuek. Sahabat terbaikku selalu membela aku, ketika teman-teman mengejek.
Langkah roda, ternyata sudah pada titik lingkaran. Ya, kita sudah sampai sekolah. Sepanjang perjalanan terhiasi dengan percakapan, mengenai mata pelajaran Bahasa Indonesia. Kebetulan, hari ini akan melakukan diskusi kelompok mengenai materi Puisi.
Tiiiiiiiiitttt......Tiiiiiitttt..... Bel masuk telah menyergap telinga.
“Bel masuk !” Kataku
“Iya Barbie. Ayo masuk !” Jawabnya, sambil menarik tanganku menuju kelas.
Beberapa menit kemudian, Bu Riski datang. Anak-anak yang tadi masih gaduh, seketika terdiam.
“Assalamualaikum Wr. Wb,”
“Wa’alaikumsalam Ibu.” Jawab Siswa-Siswi serentak.
“Masih ingat kan hari ini materinya Puisi, dan akan melakukan diskusi? Setiap kelompok mempresentasikan dan tanya jawab.”
“Ya Bu.” Serentak jawab Siswa-Siswi.
“Sebelum dimulai materi intinya, kita follow up sedikit materi kemarin mengenai Sastra. Siapa yang tahu tentang Pengertian Sastra?”
Beberapa anak memberikan pendapatnya. Namun, Ibu Guru tak merasa puas dengan jawaban mereka.
“Ini akibat-nya kalau diajar pada rame sendiri! Gak paham kan! Masak jawabnya ngawur semua!? Coba ada pendapat lain?” Sergap Ibu Guru dengan muka masam.
“Saya Bu! Sastra secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta “Sas” artinya ajaran, aturan, nasehat sedangkan “Tra” artinya alat.” Jelas Sahabatku Pokemon, sambil mengangkat tangan.
“Saya Bu! Saya sependapat dengan Sahabat di sebelah saya, mengenai pengertian Sastra secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta “Sas” berarti ajaran, aturan, nasehat sedangkan “Tra” berarti alat. Namun, selain itu Sastra juga dijelaskan secara istilah terbagi menjadi dua pandangan menurut zamannya. Pertama, pandangan lama sastra bukan saja hasil bahasa yang indah, melainkan segala bentuk karya bahasa yang mengandung nasehat. Kedua, pandangan baru sastra merupakan hasil bahasa yang indah, menimbulkan rasa seni pada pembaca atau pendengarnya.” Terangku secara lengkap, sambil mengajukan tangan.
“Kalian berdua memang cerdas. Apalagi Nia lengkap sekali penjelasannya.” Sahut Ibu Guruku memuji.
“Huuuuuuuuuuuuuuu….. Dasaaaaar Sie Over Pendingin! Sok banget sih. Lebay-lebay!” Serentak Ejek teman-teman Geng Fantasi.
“Kalian tu apaan sih. Kalau iri sama Nia bilang aja!” Sahut sahabat membelaku.
Suasana memanas, Anjar tiba-tiba melangkah cepat dan “Dookkkkk”. Suara itu mememarkan pipi Sahabatku. Anjar menonjok-nya. Setelah kejadian itu, Geng Fantasi dipanggil Kepala Sekolah. Mendapat hukuman.
***
Sengatan matahari membasahi kelit tubuhku. Rasa lesu menimbun, mungkin karena seharian penuh dihabiskan dengan kegiatan. Hari Minggu, seperti biasa aku harus pulang sore. Ekstrakurikuler harus ku tempuh, menjadi tanggung jawab. Mulai dari Qiro’, Sastra Anak Muda, dan Pramuka. Semua itu teman. Ya, Bala ku setiap hari libur. Sayangnya, hari ini menempuh kegiatan dengan satu kaki. Bagaimana tidak!? Pokemon, Sahabat yang selalu di sampingku hari ini tak bisa masuk Ekstra. Dia sedang ada kepentingan keluarga. Kunikmati sepanjang jalan, perpulangan dengan kesendirian.
“Sruuutttttttttt……….. Bak…..” Suara tubuhku terperosok, jatuh. Terasa ada sesuatu yang membuatku tergelincir.
“Haaaa….. hahahaha…… “ Suara anak-anak Geng Fantasi terbahak-bahak.
“Kalian!?!?,” tanyaku terkejut
Tepat di hadapanku kelima makhluk menyeramkan itu. Pengusik hidupku. Wajahnya begitu bergembira, telah membuat aku terjatuh. Sebuah kelereng tersebar di jalan yang ku lewati.
“Dasar anak over….! Heh!,” bentak Sella sambil mendorong tubuhku.
“Hu’hu’hu’…. Kenapa kalian jahat banget, apa salahku?,” tanyaku sambil menangis.
“Dasar anak sok over. Heeh, mana cecunguk pelindungmu itu!? Sekarang tak ada ya Malaikatmu itu…. Hahahaha,” ejek Anjar menegaskan.
“Hehhhh, apa yang kalian lakukan…..!!!!????!?,” tiba-tiba muncul teriak Pokemon mendekati, sambil membawa beberapa masa.
“HENTIKAAAAANNNN………!!!!!!!!” Suara rame masa.
Serentak mereka kabur dan berlari. Pokemon dan warga mendekati.
“Kau tak apa-apa Nduk?” Tanya Pak Kepala Desa.
“Gak papa Pak, cuma sedikit luka saja”
“Berbie, maafin Pokemon ya? Gara-gara aku meninggalkanmu, mereka macam-macam….. Mana kakimu!?” Ungkapnya bersalah, sambil mendekati kakiku mengobati. Kebetulan dia membawa obat merah.
Kemudian, aku dibawa pulang.
“Happy Birthday to You,,,,,,,” suara keluargaku, keluarga Pokemon, dan saudara-saudara telah memenuhi ruangan rumahku.
“Barbie selamat ULTAH! Semoga tambah cerdas dan sukses! Amin ya robbal’alamin.” Ucap Pokemon.
Ternyata, kepentingan Pokemon hingga tak masuk Ekstrakulikuler karena menyiapkan segalanya untuk ulang tahunku. Luar Biasa.
Dua keluarga besar ini, pun memberikan yang terbaik buat aku. Sungguh sangat mengejutkan. Membuatku sangat gembira. Meski tadi harus terluka dahulu. Beginilah hidup, disisi banyak yang menyayangi dan salut, disisi lain juga banyak yang membenci dan memusuhi. Ini suatu kewajaran dalam kehidupan. Sabar.
***
Tak disangka libur semester genap telah tiba. Sebentar lagi, aku sudah kelas sembilan. Liburan seorang Aktivis, sudah lazim bila harus memakan bongkahan-bongkahan jadwal Ekstrakurikuler. Salah satunya Pramuka, telah ditetapkan bahwasannya akan mengadakan kemah di pantai Sanggar. Selama sepuluh hari kemah akan dilaksanakan.
Perjuangan menggapai tempat mempesona, termimpikan. Penuh dengan kesejukan. Dihiasi hijau-hijauan, dan air laut yang masih terlihat alami. Sungguh penuh rintangan. Bukan hanya harus bermotor jauh. Berjalan kaki, becek-becek, dan beberapa kilo pun tertempuh. Jalan tidak bisa dilewati kendaraan, mengharuskan nyeker.
Serangkaian jadwal kegiatan di tempat kemah sudah terpampang. Tenda-tenda pun telah marik-marik terdirikan. Tenda ukuran jumbo. Perempuan dan laki-laki terpisah. Tempat masak hanya bertumpukan kayu bakar. Tak ditemui tempat mandi. Ya, inilah namanya pantai di tengah hutan. Hanya mengelap muka dengan air wudhu, itu pun air laut. Pencahayaan cukup lampu kurungan, aku menamainya. Lampu tradisional yang harus menggunakan spirtus. Makan hanya menggunakan bekal dari rumah. Ya ialah, emangnya hotel lengkap dengan fasilitasnya???
Beberapa kegiatan telah terlampaui. Baik permainan dengan alam maupun kajian. Akhir waktu, jelajah. Suatu tantangan, jelajah tengah malam. Sungguh pengalaman baru, menggetarkan. Pasalnya, pantai Sanggar dekat dengan kuburan. Ini sungguh menjadi tantangan. Aku suka challenge.
Jelajah kali ini sedikit menakutkan. Kedua anak Geng Fantasi ternyata menjadi kelompokku. Sella dan Riko. Dalam jelajah sempat sedikit ada konflik. Mereka hendak mendorongku ke sebuah julangan, tengah malam. Untung Pokemon menolongku.
***
Diriku………….
Seakan mencium semerbak aroma cahaya yang berkerumun
Di saat kepakan sayap berkata tentang warna
Biru, mendamaikan alam jiwa
Dua sejoli menggaet senyuman
Kebersamaan……
Menciptakan syair-syair kehidupan yang bersinar
Persahabatan……
Mengguyur kegelapan dunia
Bersamanya aku tertawa……..
Bersamanya aku bergurau……..
Bersamanya aku bahagia…………
Semua memori tentangnya, tak akan mungkin terlepaskan
Saat dia jauh dari serambi mata, raga, lentera
Gemerlap rembulan mengalirkan bayangan
Karena, dirinya pelipur lara…………….
Tak akan pernah terhapus masa
Tulungagung, 30 Oktober 2016
(Merupakan isi dari terbitan karya buku solo kedua Saya novel biografi, berjudul "MEMBUSUK DI DALAM SURGA"
Owner, Founder, CEO
= 085704703039
Customer Service
DUKUNG SITUS INI YA PEMIRSA, SUPAYA KAMI SEMANGAT UPLOAD CONTENT DAN BERBAGI ILMU SERTA MANFAAT.
DONASI DAPAT MELALUI BERIKUT INI =
0481723808
EKA APRILIA.... BCA
0895367203860
EKA APRILIA, OVO
0 Response to "BAB 2 Buku Membusuk di Dalam Surga, Airmata dan Senyuman"
Post a Comment