BAB 3 Buku Membusuk di Dalam Surga, Bunga Biru Penguatku
BAB 3
Bunga Biru Penguatku
Debur-debur angin, menyusup ke dalam simfoni sinar kaca
Bisakah aku bertanya ….?
Bintang-bintang berayun di sekitar kita
Inikah yang terasa….?
Meski harus berjalan, di atas bebatuan
Inikah dinamika perjalanan…?
Dia bagaikan permata, hinggap di pagi hari. Menghapus keluh mata. Kepedihan. Selama ini, tak pernah kutemukan sosoknya. Hanya abu-abu buram berterbangan di mataku. Kecuali, keluarga dan Sahabat laki-lakiku. Apalagi saat SMP, semua pisau-pisau menyayat kulitku. Tidak ada bunga satupun yang mengharumi. Dia. Ya, kini dia hadiah dari Tuhan.
Rindu, Sahabat perempuan terbaikku satu kelas. Aku sudah SMA kelas 10, semester genap. Jurusan yang aku ambil adalah Agama.
Sekarang drama hidupku tak jauh beda seperti dulu. Banyak cacian, kebencian manusia. Bedanya penguatku berubah. Siapa kalau bukan Sobat Cewek itu. Sikapnya dewasa, feminim, sangat setia. Saling berbagi. Rambut panjang lurus terurai, beterbangan saat angin menerpa. Manis.
Pokemon berada di kejauhan. Ya, kita terpisah. Mata sangat lama tak melirik. Kangen. Menderu, kurasakan. Namun kesibukan organisasi, sekolah, dan bersama dengan Rindu mampu mengobati.
“Nduk…. Rindu nginap sini saja!” Ucap Ibu saat Rindu bermain ke rumah.
Kebetulan waktu sudah malam. Kita menghabiskannya dengan diskusi. Sejak pulang sekolah.
“Maaf Tante, malam ini tidak bisa. Mama dan Papa mumpung libur kerja, mengajak berkunjung ke rumah Nenek malam ini Tante. Apa Nia saja yang ikut, yuk ….?!?!” Jawab Rindu santun.
Sudah biasa. Sering. Sudah biasa. Rindu tidur di rumahku, aku juga. Kali ini pun menerima ajakan Soulmate, ikut ke tempat Neneknya.
“Bu, Yah, Nia pamit dulu…”
“Iya Tante, Rindu juga nyuwun pamit.” Sahutnya, lembut sambil menjabat tangan.
“Ya Nduk hati-hati.” Serentak jawab Ayah, Ibu
Mobil Toyota biru melaju. Sudah terisi empat kepala. Kedua Solmate ini, dan orang tua Rindu. Teka-teki ilustrasi mendeskripsikan narasi. Isi sajak-sajak tak bersuara. Menggambarkan panorama pengembaraan. Hiasan-hiasan lampu menggoda. Semakin meredup. Redup, dan redup. Sudah menapaki julangan tinggi. Gunung. Udara yang begitu menyusup-nyusup daging. Hiiiiii, dingin sekali. Menuju Dongko Cakul. Mbah Darmi, nama Nenek Rindu.
“Udah nyampek…..” Curah Rindu.
“Alkhamdulillah. Ini rumah Nenek kamu ya Sob?”
“Iya Dek, ini rumah Neneknya Rindu. Kamu baru kali ini kan ke sini….? Ayo masuk!” Jelas Mama Rindu.
Rumah yang terpajang, tampak mendekati sawah-sawah. Ku pikir bakalan sepi, dihuni seorang diri paruh baya. Hah, sotoy sih. Tebakan-tebakan yang terlintas di jalan salah kaprah. Huh, ramai sekali. Mbah Darmi ditemani oleh anak bungsunya, pun ketiga cucu. Mereka sangat ramah. Bercakap-cakap. Menyantap hidangan. Sungguh menyenangkan. Sayang, cucu Nenek Darmi yang kedua sudah tidur. Dia cewek. Ah, penasaran.
Malam semakin larut. Krik…Krik… Krik… Suara jangkrik sudah terdengar. Aku tidur sekamar dengan Rindu.
“Beb kamu udah ngantuk belum…?” Tanya Rindu yang masih melihat aku kerdip-kerdip.
“Tauk Sob nggak bisa merem-merem…”
“Eh ya, kamu dulu SMP Satu Negeri Tulungagung ya?”
“Iya, kenapa?”
“Saudaraku yang kamu belum lihat tuh, dia juga SMP-nya disana dulu. Dia satu angkatan dengan kita. Mungkin kamu kenal…?”
“Siapa namanya…?”
“Sella”
“What…!” Terkaget. Pikirku melayang kemana-mana. Perasaanku nggak enak. Ah, tidak mungkin.
“Kenapa?”
“Enggak, ayo tidur aja?!?”
“Oke, aku juga ngantuk nih.”
Si manis sudah terlelap. Lah, aku masih saja tak bisa merem. Apalagi nama itu! Membuat aku sar-saran. Mengingatkan pada masa lalu yang tragis.
“Ah, tidak mungkin !” Gumamku coba menenangkan diri.
***
Doookk….. Pyarrrrrr….
“Dasar dungu… ! Punya mata nggak sih…?!? Jalan tu lihat pakek mata, nggak pake dengkul….!” Hantam seorang perempuan dengan kasar. Suaranya tak asing di telinga, namun aku nggak melihat wajahnya. Seketika tubuhku menunduk ke bawah, langsung membersihkan piring pecah, gara-gara tak sengaja tabrakan.
“Maaf Mbak maaf….. Tadi nggak sengaja, tapi Mbak yang lari-larian.”
“Heh siapa kau berani sekali menyalahkan aku …..! Sepertinya keluargaku yang pake kerudung cuma Rindu, tapi kayak bukan suara Rindu…” Sambil menjambak jilbabku.
“Haaaakkkkk… Jangan Mbak…..” Teriakku, jambakannya membuat wajahku terleok di depan mukanya. Terlihat.
“Apa….. !!!!!” Serentak teriak kami berdua, kaget. Sambil Sella melepaskan jambakannya.
“Rinduuuuuuuuuuuuuuuu………………” Teriak si cewek iblis itu.
“Iya Kak, ada apa teriak-teriak….?”
“Kamu sahabatan sama anak dungu Sie Over Pendingin ini, hah !”
Gak nyangka, dia muncul lagi. Setelah setan menyeramkan itu sempat menghilang. Meski di SMA punya saingan tetapi tak separah dia. Satu kali, satu. Satu ini, membuatku tergumun-gumun. Kok ada orang kayak gitu. Padahal seluruh keluarganya baik, ramah. Kenapa harus datang lagi ?
***
“Beb maaf banget ya, atas perbuatan Kakakku kemarin…? Dia orangnya memang sangat kasar.” Papar Rindu, hari Senin ini di ruang kelas.
“Iya Sob gak apa-apa kok. Bukan kamu yang semestinya minta maaf. Dia memang sudah kenal aku sejak SMP. Kakakmu lah orang yang memusuhiku di sekolah, bersama geng nya.”
“Apa…?!? Kenapa kamu nggak pernah cerita…? Coba ceritakan padaku!”
“Maaf Sob, karena aku berpikir ingin melupakan trauma itu.”
“Tolong ceritakan, supaya bisa mencari solusi. Kita kan Sahabat, susah senang bersama.”
Terpaksa, aku menceritakan semuanya. Rindu seakan sock berat mendengar semua. Atas perbuatannya.
“Nia…Rindu… Apa-apaan kalian ramai sendiri Ibu menjelaskan materi…!!!” Sentak Bu Guru.
“Ma…Maa…Maaa..Maaf Bu,” serentak jawab kami kaget.
“Hahahahahahaha……” Ketawa seluruh anak di kelas.
“Dasar anak aneh….” Ejek Lina sainganku.
“Sudah-sudah kalian apa-apaan ikutan…. Sekarang coba Nia dan Rindu menjelaskan mengenai hukum menuntut ilmu!”
“Hukum menuntut ilmu wajib. Islam sangat menganjurkan seseorang menimba ilmu.” Jelas Rindu.
“Tolabul’ilmu faridhotun ‘ala kulli muslimin. Artinya: Menuntut ilmu wajib hukumnya bagi setiap muslim (HR Al-Baihaqi dan Ibnu Majah). Islam sangat menghargai orang yang menuntut ilmu. Selain wajib, seseorang yang berilmu akan diangkat derajatnya. Semua hal di dunia ini memerlukan ilmu, beribadah pun harus dengan ilmu. Sebab, ibadah tanpa ilmu nilainya lebih rendah. “Barangsiapa yang menginginkan kehidupan dunia, maka ia harus memiliki ilmu, dan barang siapa yang menginginkan kehidupan akhirat maka itu pun harus dengan ilmu, dan barang siapa yang menginginkan keduanya maka itu pun harus dengan ilmu” (HR. Thabrani).” Paparku menjelaskan dengan lengkap
Bu Guru memberikan apresiasi terbaik kepada Aku dan Rindu. Sedangkan, anak-anak banyak yang memalingkan muka.
Jadwal hari ini penuh, tiga organisasi yang aku ikuti sama dengan Rindu. Pramuka, Sastra, Dakwah Islam. Seperti biasa, setiap hari Senin selalu pulang ba'da Magrib. Sastra dan Dakwah Islam kita tempuh. Tak sadar kami sudah melangkah hampir depan pintu rumah. Tak sengaja aku melihat beberapa tetangga melirik-lirik tak suka. Sambil berbisik.
“Anak cewek pulang malem-malem! Hiiih, dasar anak nggak jelas. Wajahnya aja nggak mirip orang tuanya” Itu sedikit rasan-rasan yang aku dengar. Kami kembali melanjutkan masuk rumah. Rindu tidur di rumahku.
Selentingan pedas itu tak sekali dua kali terdengar. Biasa, kebanyakan tetanggaku sangat kolot. Budaya tradisional selalu diterapkan. Anak perempuan pulang malam melakukan hal mulia dihina, sedang laki-laki jalan malam nggak jelas dianggap biasa. Pantesan anak-anaknya nggak ada yang berkembang intelektualitas-nya. Orang nggak ada yang boleh ikut organisasi. Cuma dituntut hafalan pelajaran, ngurusin rumah. Lagi dan lagi. Pantesan kerjaannya di belakang orang tua cuma maksiat, dan ngobrolin makanan. Otak gethuk! Eits, terlalu kasar. Maaf. Mungkin aku sedang terbawa emosi negatif.
“Huuuhhh mereka memang sangat menyebalkan…. Tapi kita harus sabar Beb… ?” Kata itu begitu saja muncul dari bibir Rindu.
Tulungagung, 30 Oktober 2016
(Merupakan isi dari terbitan karya buku solo kedua Saya novel biografi, berjudul "MEMBUSUK DI DALAM SURGA"
Owner, Founder, CEO
= 085704703039
Customer Service
DUKUNG SITUS INI YA PEMIRSA, SUPAYA KAMI SEMANGAT UPLOAD CONTENT DAN BERBAGI ILMU SERTA MANFAAT.
DONASI DAPAT MELALUI BERIKUT INI =
0481723808
EKA APRILIA.... BCA
0895367203860
EKA APRILIA, OVO
0 Response to "BAB 3 Buku Membusuk di Dalam Surga, Bunga Biru Penguatku"
Post a Comment