BAB 5 Novel Membusuk di Dalam Surga, Warna-Warni Semerbak
Bab 5
Warna-Warni Semerbak
Beberapa bulan telah berlalu, aku dikirim ke Pondok Pesantren Walisongo Ngabar Ponorogo. Demi mendalami ilmu agama Islam. Selain belajar di pondok pesantren, aku pun menempuh study KMI (Kulliyatul Mu'allimin Islamiyah) dan Fakultas Tarbiyah S1 Jurusan PAI. Rasa senang mengitari sekujur tubuh. Bagaikan bernari-nari di atas surga. Tak pernah terlintas sedikit pun dalam benak ini tumbuh kejenuhan, berbagai bunga-bunga hiasan memutari seluruh memori.
Perkuliahanku masuk satu minggu tiga kali. Beberapa mata kuliah tersajikan, ada tiga yang paling aku suka. Sosiologi Pendidikan, Bahasa Indonesia, dan Ilmu Kalam. Bahasa Inggris, kurang suka. Namun, alhamdulillah prestasiku masih tetap bagus. Aku mudah memahami semua mata kuliah, kecuali Bahasa Inggris sedikit sulit. Aku selalu berkomitmen, menyelesaikan tugas tepat waktu. Berprinsip, dapat mandiri mengerjakan ujian. Diskusi kelas aku juga aktif, sering mendapat pujian Dosen. IPK aku semester satu 3,90. Amazing.
Tidak hanya ingin puas dengan prestasi dan nilai. Terpenting, ilmu yang barokah. Aku selalu haus akan pengetahuan, tidak cukup dengan mengikuti perkuliahan di kelas saja. Bahkan sering menghadiri diskusi, seminar-seminar dalam kampus dan luar. Bahkan diberikan kepercayaan menjadi Pemateri, mengisi workshop di beberapa kampus swasta lainnya. Aku juga mengajar Madrasah dan Ekstra Drumband di pondok. Setiap sore jam empat, jadwalnya melaksanakan agenda Drumband.
Mengikuti Ekstrakurikuler Drumband di pesantren, menambah lengkap keharuman. Sungguh menggembirakan, aku bertugas sebagai Mayoret. Hal ini begitu mengesankan, beberapa teman mengajukan diri sebagai Mayoret tetapi aku yang terpilih. Sebenarnya, nggak tahu kenapa Pelatihnya memilih aku.
“Mungkin karena berbakat dan cantik kali, hehehe narcis.” Pikirku.
Sore ini, aku harus memimpin teman-teman memulai agenda ternanti. Drumband, memainkan lagu Ketika Cinta Bertasbih karya Melly Goeslaw. Musik pun berbunyi, melantunkan suara merdu. Mulai dari terompet, perkusi, barinton, belera, dan alat musik lainnya. Aku mulai beraksi. Memainkan tongkat dengan lincah, sangat elegan. Belakang, terlihat Tim Penari memutarkan Bendera dengan menawan.
Latihan setiap sore ini, memang sebagai cara mengasah bakat. Selain itu, sudah ditunggu dengan event-event lomba maupun undangan. Sungguh sangat membuat aku gembira.
Selama kuliah S1, mengabdi di pondok pesantren sebagai Ustadzah. Awalnya sih nggak pernah terbayangkan, bisa memegang kepercayaan ini. Hemmmm, bersyukur banget pada Sang Kuasa. Sebagai Bu Ustadzah muda memang sedikit berat, abis yang diajar masih sebaya bahkan banyak cowoknya. Benar-benar tak diimajinasikan sebelumnya.
Awal mula ngadepin mereka terasa keringat dingin mengucur deras pada jasadku, betapa nerfeznya. Ditambah candaan-candaan, bikin wajah memerah. Kenerfezan pada titik puncak, menyebabkan kisah memalukan terasa.
Sedang mengajar Ilmu Kalam, kebetulan temanya tentang Tauhid mengenai bab Al-Qur’an. Ada tiga pertanyaan dari bab ini. “Apakah Al-Qur’an karangan orang Arab?”…… “Apakah Al-Qur’an karangan Muhammad?”…….. “Apakah Al-Qur’an kalam Allah?”…..
Jika Al-Qur’an karangan orang Arab, tidak memuaskan akal. Sejarah telah membuktikan, orang-orang Arab ternyata gagal menandingi Al-Qur’an. Pemimpin Quraisy pernah mengutus Abu Al-Walid seorang Sastrawan hebat yang tak tertandingi, untuk membuat syair yang mirip dengan Al-Qur’an. Saat Abu Al-Walid berhadapan dengan Rasulullah SAW, beliau sedang membaca surat Fushilat. Ia takjub mendengar kelembutan dan keindahan gaya bahasa Al-Qur’an. Ia pun kembali pada kaumnya dengan tangan hampa.
Musailamah bin Habib Al Kazzab, mengaku sebagai Nabi. Syair yang hampir mirip dengan ayat-ayat Al-Qur’an pernah dibuatnya. Dia mengaku mempunyai Al-Qur’an, diturunkan dari langit dan dibawa oleh Malaikat Rahman. Namun terbukti surat tersebut secara kualitas, makna, dan bahasa sangat jauh dari Al-Qur’an.
“Hai katak, anak dari dua katak. Bersihkan apa saja yang akan engkau bersihkan, bagian atas engkau di air dan bagian bawah engkau di tanah”
Jika Al-Qur’an karangan Nabi Muhammad, tidak mungkin. Sudah ada sebuah penelitian bahwa bahasa / redaksi sabda Rasul dan Al-Qur’an sangat berbeda.
Jadi, tentunya Al-Qur’an adalah kalam Allah. Hal ini diperkuat dengan firman Allah SWT:
“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang beriman ketika Allah mengutus seorang Rasul Muhammad di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayatnya, menyucikan jiwa mereka, dan mengajarkan kepada mereka kitab (Al-Qur’an) dan kitab Hikmah (Sunnah), meski pun sebelumnya mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata” (QS. Ali-Imron: 164 )
“Sesungguhnya kamilah yang menurunkan Al-Qur’an dan pasti kami pula yang memeliharanya”(QS. Al-Hijr:9 )
“Katakanlah, “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian lain”(Al-Isra (17): 88)
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar” (QS. Al Baqarah (2): 23)
Aku menjelaskan bab ini dengan metode lempar pertanyaan, dan menulis dengan kapur di papan tulis. Saat menjelaskan, masih ada teman-teman clometan. Biasa masih pada muda, aku ngadepin-nya dengan sabar. Hal ini benar-benar membuat aku grogi banget!
Nggak nyangka lumuran kapur pada tangan menggelumati jilbab, tanpa menyadari aku selalu menata kerudung di atas kepala dengan keadaan tangan kotor. Kejadian ini membuat teman-teman tertawa melihat tingkah laku anehku. Mungkin, begitu jelas ekspresi kecanggungan aku di mata mereka.
“Sungguh memalukan!”
Menitik sapaan langit-langit, menoleh terhadap aku. Memandang wajah merah ini, bagaikan buah jambu. Menjadi terus terbatik di dalam sebongkah otak.
Warna-warni sinetron hidupku di Ponorogo, sungguh membuat gemas. Seorang laki-laki lembut nan layaknya bergaya Motivator melukiskan hari-hariku.
Dia, Ustadz muda di Pondok Modern Gontor. Masih seusia dengan aku, meski selisih dikit. Ustadz Ahmad, panggilannya. Beliau berkunjung di Walisongo, ini awal mula perjumpaan kami. Kebetulan di Walisongo lumayan lama.
***
“Hallo… Assalamualaikum…Ini siapa ya..?” Suaraku mengangkat telepon oleh sebuah nomer baru.
“Wa’alaikumsalam… Ini benar Ustadzah Nia ….?” Jawab seorang laki-laki bersuara indah.
“Iya benar, ini siapa…?”
“Ini pengagum rahasia.”
“Apa…?!? Siapa namanya….?”
Laki-laki itu hanya terdiam tanpa sedikit pun bunyi.
“Haloo…. Siapa ya namanya?”
Masih saja tidak bersuara.
“Haloo….Halooo….Haloooo…”
Tutttttt….tuuutttt…tutttt… Telepon mati.
“Siapa sih aneh banget…. !!!! Ditanyain malah diam, ah mesti orang iseng. Sudahlah. Tapi kok sampai ada orang iseng tahu nomorku, siapa yang nyebarin…?” gumamku sendirian.
Blaakkk…. Suara seseorang menampar pundakku.
“Heitt,,,,” sentakku kaget.
“Cie lagi mikirin siapa? Bicara sendiri… pengagum misterius ya..?”
“Ah kamu Aminah, mengagetkan ku.”
Sungguh aneh. Ah, masih saja aku terbawa memikirkan siapa orang itu. Bagaimana tidak? Tengah-tengah jam istirahat kejadian semacam ini jadi sering teralami, semenjak awal telepon itu. Terkadang aku takut, tetapi penasaran. Sempat sebal. Sempat tak mengangkat. Namun alay-nya, tiba-tiba sebuah surat berbalutkan warna pink dan bunga berada di atas bantal. Tepat aku pulang kuliah siang hari.
Dear : Ustadzah Nia
Senja berkibar menusuk hati
Memandang sekedip saja hatimu, merona
Siluet merah muda mengitari angan-angan nan manja
Panorama di depan mahkota.
Ustadzah, ini sedikit untaian syair yang mampu tintaku menari. Semoga kau mampu menafsirkan semua ini, seperti bintang yang sedang berbicara padaku. Ustadzah, ini penggemarmu yang selama ini sering telepon kamu. Bingkisan kecil ini hanya ingin terbang, mengungkapkan isi hati. Pun bertanya, mengapa kau tak mengangkat teleponku…..????
From: Penggemar Rahasia
“Siapa sih siang-siang gini, menaruh kiriman surat di kamar… ???? Romantis banget sih… Andai ini Ustadz Ahmad… Ah, nggak mungkin…!!! Ngayal… Mana ada cowok boleh masuk ke lokasi cewek… Jangan-jangan anak perempuan yang suka sesama cewek…?!?? Hiiii, ngeri…. Ah nggak mungkin,,,, orang yang telepon suara cowok.” Pikirku bertubi-tubi.
***
Pertemuaan menjadi hiasan-hiasan indah, mengukir dalam sekujur mata rantai hatiku. Setiap dering jam mendengung, nafasku seakan lumpuh dengan bayangannya. Langkah demi langkah, kami semakin mengenal dan akrab. Ya, kita sering bertemu ketika mengajar maupun rapat. Itulah sebabnya bisa dekat. Setiap berangkat mengajar, sering parasnya menghaturkan untaian vokal. Rentetan huruf, bagaikan taman surga. Sapaan sopan, dan sangat khas di telinga mewarnai jalanku.
“Assalamualaikum Ustadzah Nia, berangkat ngajar ya? Sukses buat Ustadzah !” Sapanya.
Hati seakan mekar, merona setiap kali perhatiannya tercurahkan. Terkadang hempisan GR muncul dalam lubuk hati, “Jangan-jangan Ustadz Ahmad memendam rasa” khayalku. Namun diriku hanya mampu bertopeng dan bercadar pada tumpuan rasa, terbungkus dalam hati. Sejatinya menanti ungkapan, menghembus di depan raga ini.
Pagi sudah berkilau. Menebarkan tiupan-tiupan daun di sekitar kampus. Langkahku terayun bersama sepeda ontel. Ya, semenjak mondok hidup sederhana. Cukup ontel. Ya ontel. Genjotku menarik kaki, menggelinding. Disampingku terlihat Aminah mancal sepedanya pula.
“Alkhamdulillah, sudah sampai Nia.”
“Iya Aminah.”
Fiqih, telah mengisi pusaran memori kami. Satu jam setengah sudah menjadi standar. Bu Rasimah dengan metodenya ceramah, dan tanya jawab. Tak ada kelompok presentasi makalah. Kebetulan materinya Fiqih Asmara. Jam istirahat tiba. Tas, aku tinggal di kelas. Aku ke kantin sendiri.
Tepat jam satu, kembali ke kelas. Bermenit-menit menunggu Dosen. Tak datang juga.
“Pak Jarot tidak bisa masuk, baru SMS saya,” tiba-tiba kata itu terlontar di bibir Ketua Kelas.
Merapikan buku. Pelan-pelan tanganku menarik tas. Sedikit demi sedikit. Perlahan. Ku buka resleting. Ku masukkan seluruh buku di dalam tas. Eitzzzz, sesuatu tak disangka terjadi.
“Warna Pink lagi…. !”
Ya, lagi-lagi surat itu hadir.
“Siapa yang naruh tas ini…?” Gumamku bertanya-tanya.
“Aminah, kamu tahu nggak ini siapa yang memasukkan…?”
“Apaan sih Nia…?”
“Surat.”
“Nggak tahu, coba buka….!!!”
Jantungku berdegup kencang. Duk..duk..dukk… Hatiku berdebar-debar. Dar..dar..dar..der..der..der… Dengan lembut aku buka.
Dear Ustadzah Nia
Assalamualaikum.Wr.Wb
Ustadzah kali ini tak banyak kosakata. Tak banyak majas yang ku rangkai. Hanya satu kata, tolong temui aku sekarang di Masjid kampus…. !!! Jika kamu ingin tahu siapa aku. Jangan lupa bawa teman, supaya terhindar dari fitnah dan maksiat…..
Wassalamualaikum. Wr.Wb
From: Penggemar Rahasia
“Apa isinya Nia….? Beri tahu aku dong,,,” tanya Aminah.
“Ni yang ngaku penggemar rahasia mengajak ketemuan di Masjid sekarang. Menurutmu gimana…?”
“Hemmm, harus temui dong… Dari pada kamu terus penasaran…”
“Gitu ya….?”
“Iya, bakal aku temani.”
“Oke kalau gitu, makasih.”
Bunga-bunga berhamburan. Mekar merona di angkasa. Seakan melirik kami, mengayun tubuh. Wajah merah. Keringat dingin. Mengantarkan rodaku di rumah Tuhan. Mungkinkah Allah mempertemukan aku dengan seorang termanis?
***
Tulungagung, 30 Oktober 2016
(Merupakan isi dari terbitan karya buku solo kedua Saya novel biografi, berjudul "MEMBUSUK DI DALAM SURGA"
Owner, Founder, CEO
= 085704703039
Customer Service
DUKUNG SITUS INI YA PEMIRSA, SUPAYA KAMI SEMANGAT UPLOAD CONTENT DAN BERBAGI ILMU SERTA MANFAAT.
DONASI DAPAT MELALUI BERIKUT INI =
0481723808
EKA APRILIA.... BCA
0895367203860
EKA APRILIA, OVO
0 Response to "BAB 5 Novel Membusuk di Dalam Surga, Warna-Warni Semerbak"
Post a Comment