BAB 9 Novel Membusuk di Dalam Surga, Binar-Binar
Penulis_@Ratu Eka Bkj
9
Binar-Binar
Empat tahun kaki terus berputar. Merangkak walau harus berlari kecil, meraih sebuah bintang. Empat tahun masa perjuangan di Malang. Kami kembali ke Ponorogo, tempat pertama kali dipertemukan.
Kami sudah mampu membeli home, didampingi dengan satu asisten rumah tangga. Biasanya, kami memanggilnya dengan panggilan Bibik. Sinar bintang hadir dan mampu teraih. Wajah begitu berbinar-binar. Pucat menjelma menjadi bugar. Suami diterima sebagai Dosen di STAIN Ponorogo. Sungguh lengkap sinar rembulan di wajah, menggapai awan-awan di angkasa yang kini mampu dalam genggaman. Serasa bagaikan dongeng rakyat. Terbangun dari mimpi lalu memandang indahnya pemandangan, telah berbalut dalam kerangka wahana.
Wah, ternyata Ustadz Jerry juga keterima di STAIN Tulungagung. Keluarga besar kami terpisah. Meski jarak, waktu memisahkan. Walau pun berbeda kampus, hubungan silaturahim kita tetap terjalin melalui telepon. Sesekali juga bertemu langsung. Nadia sering merengek merindukan Ustadz itu. Ya, meski sekarang dia kelas 1 SMP masih saja manja, merindukan Om-nya. Deras langkah kaki menjadi saksi ikatan tali, tidak mampu terlepas. Suara berbolak-balik menaungi lintas pendengaran.
Ketika bertemu maupun bertelepon, kami sering menanyakan kabar dan aktivitas. Hal yang tidak pernah terlupakan dalam pembicaraan kami pasti seputar kampus, uda kayak makanan wajib aja hehehe.
“Haloooo assalamualaikum,” sapa Ustadz Jerry dalam telepon.
“Iya Halo Mas…Wa’alaikumsalam, bagaimana kabarnya disana?” tanya Suami.
“Alhamdulillah baik Mas, gimana keluarga situ? Jadi kangen sama Nadia”
“Kami alkhamdulillah juga baik, maino sini dong kalau kangen Mas!?!”
“Wah ini masih repot Mas.”
“Jadwal kampus padet ya? ”
“Ya Mas, kebetulan di STAIN Tulungagung Dosen Bahasa Indonesia sedikit. Selain itu, penggarapan buku numpuk Mas.”
“Hemmmmmmm, masih terus nulis ya?”
“Ya Mas, rencana saya ingin mengajak Mahasiswa membudayakan menulis, supaya terlahir Penulis-Penulis baru, bahkan menjadi Ilmuwan. Sebenarnya, salah satu kunci kemajuan bangsa kita kan bagaimana keberhasilannya di bidang keilmuan. Betul nggak Mas?”
“Wah setuju aku Mas. Saya jadi teringat pernah baca buku Psikologi. Teori Behaviorisme mengatakan, perilaku seseorang dipengaruhi oleh Stimulus+Respon. Lingkungan, pendidikan dapat mengkonstruksi sikap seseorang. Kalau kita dapat menumbuhkan lingkungan dan pendidikan yang menerapkan budaya menulis, akan tumbuh perilaku seseorang yang kritis, produktif, dan intelek sehingga muncul Ilmuwan baru yang dapat berperan dalam kemajuan bangsa.”
“Sip Mas. Bagaimana dengan Mbak Nia, masih terus menulis karya buku non fiksi ya Mas?”
“Alhamdulillah tetap Mas, ini beliau makin produktif dan sering mengisi workshop maupun launching buku.”
***
“Ommmmmmmmmmmmm, tanteeeeeeeeeeeeeee………” teriak Nadia seraya berlari menuju seorang yang membuat-nya berkali-kali merasa rindu.
Seraya senja hingga mengucup, kami bertiga duduk bersandar di teras. Suatu titik terpoles di sebelah mata. Titik kendaraan memutar roda. Tiba-tiba turunlah kedua orang, membuat Sie Manis bergegas menyambut.
“Nadiaaaaaa, siniiiiiiii sama Tante dan Om manis!!!!!! Om punya sesuatu buat Nadia…. ” sambut Ustadz Jerry.
“Apa Om……?” jawab Nadia sambil mendekati.
“Ini buat Nadia yang manis.” Ustadz Jerry mengulurkan sebuah boneka kucing.
“Haaaaaa boneka kucing, Nadia suka. Om sama Tante kok lama nggak kesini? Nadia kangen, biasanya Om Jerry sering main sama Nadia.”
“Iya Sayang, maafin Om dan Tante. Lain kali kami akan main kesini lagi Sayang. Wah sekarang Nadia sudah cewek.” sahut Sinta.
“Iya, mirip Umy-nya cantik kan?” Jawab Suami menyahut.
“Bener banget. Sekarang kelas berapa Nadia?” tanya Ustadz Jerry.
“1 SMP. Owch ya, Om dan Tante ayo masuk dulu….” ungkap Sie Manis menjawab, sambil ajaknya menarik tangan Om dan Tantenya.
“Ya Allah! Ustadz Jerry dan Sinta. Ayo-ayo masuk” sambutku.
“Nadia saking senangnya. Ayooo masuk dulu!” sahut Suami.
Senja hingga tenggelamnya matahari, memunculkan kegelapan. Melewati tabuhan bedug. Kita nikmati dengan percumbuan mesra, memadu rindu kedua keluarga. Terutama Nadia, terus bermanja-manja dengan Om dan Tantenya. Maklum lama tak jumpa, sekitar satu tahun terlewati. Makan bersama, bercakap-cakap, dan shalat jama’ah sudah terlangkahkan.
Setelah pernikahan hingga perjumpaan beberapa kali, ternyata mereka belum menimang buah hati. Mungkin itu yang membuat mereka sangat memanjakan Nadia, keponakannya.
Kebetulan malam ini sedang ada event bazar buku, pementasan seni dan seminar di alun-alun, ketepatan 2 Mei memperingati hari pendidikan. Atas permintaan Nadia pergi kesana, gerombolan tubuh bernyawa meluncur.
Jam 19.00 tepat, sebelum menduduki larik-larik kursi kami keliling stand.
“Mama, lihat itu!?!?” Nadia menunjuk suatu buku.
“Yang ini Sayang?”
Salah satu novel berjudul “Ayat-Ayat Cinta” karya Habiburrahman El Shirazy menarik hatinya. Tercumutlah buku itu di tangan sang terkasihi, 50 ribu menjadi saksi. Nadia memang cenderung menyukai semacam karya-karya fiksi, maklum kena darah Ibu paling kreatif dan cantik ini hehehe.
Selangkah demi langkah terpaut. Teplak… teplak….teplak…. suara kaki berayun di dataran tanah.
“Takuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuutttttttttt…….. ” teriak Nadia keras.
Lampu mati. Panggung mencolokkan bibirnya, beberapa lighting saja menyala menerangi seorang berbaju hitam, seram. Sebuah teatrikal di mata.
“Ha..ha..ha..ha..haaaaa……..hhahahah…. hahahaha…” teriak Aktor menyeramkan itu dengan kencang.
Suara gencar tawa, terus mengarungi penonton di tempat yang sedang menikmati kegelapan.
“Hahahahhaha…… Akuuuuu penggenggam Negara…. Mereka dasar !!!!!!…..Hahahahaha” lagi-lagi celoteh Aktor itu begitu menggelegar.
Semakin mencengangkan, penasaran mengitari. Tiada satu pun yang diberi tahu tema penampilan. Sungguh sangat misterius, surprise.
“Kau wajah di luar kotak. Menunggangi kami. Kami hanya dijadikan keset mu. Oh kau yang punya berlembar-lembar angka! Tonggak pengarah Negara ini pun hanya membiarkan kami menjadi penyumut, merunduk, dan pengesot di hadapanmu. Negara kami menjadi sampah…..!!!????” dengungan syair Aktor ke 2 dengan memakai baju kusut.
Puncak cerita, semua telah terkuak. Menggambarkan dampak kapitalisme di Negara ini. Bahkan para kapital asing. Penduduk Negeri hanya dididik menjadi pekerja, para pemodal dari luar negri. Tiada produktivitas.
Acara berlanjut pada seminar. Sesi ini semua lampu nyala. Kami orang-orang dewasa dan remaja semangat, menyambut tema yang dibahas “Dampak Kapitalisme”.
Antusias sangat menggebu, pertanyaan dan pendapat terus mengalir. Kami berlima tak menghanguskan kesempatan berharga, menyumbangkan suara. Tiada hujan tiada badai, utttttttttssssss putaran jarum angka berceloteh. Menunjukkan pukul 00.00 tepat, acara telah selesai. Bergegas mengendarai mobil. Ustadz Jerry dan Sinta menginap di rumah kami.
Seminar tadi masih terngiang di telinga, menancap pada hati, pikiran lalu merenungkan. Mengenai realita saat ini, maraknya dekadensi moral dan budaya masyarakat yang terkesan apatis, hedonis, konsumerisme dan kapitalis. Ini merupakan akar dari keruntuhan bangsa kita.
Terlihat sekarang yang kaya semakin kaya, miskin semakin miskin, disebabkan oleh kapitalisme (Paham yang menjadikan modal sebagai kepentingan utama, mementingkan keuntungan yang sebesar-besarnya).
Salah satu Filosof menggambarkan wajah kapitalisme dalam konsepsi Marx sangat mengerikan. Andai diibaratkan, kapitalisme adalah monster raksasa yang sedang menggenggam eksistensi manusia. Saat yang bersamaan, ia pun menggerogotinya sedikit demi sedikit. Anehnya, manusia tidak sadar keberadaan monster tersebut. Lebih parah lagi, manusia tidak menyadari ketika dia digerogoti pelan-pelan. Marx dengan pemikiran tajamnya, sebenarnya ingin mengingatkan bahaya itu. Bahwa, kapitalisme menciptakan keterasingan atau dalam istilah Marx disebut alienasi.
Marx membagi 4 jenis alienasi, bagi buruh di bawah kapitalisme. Pertama, manusia teralienasi dari alam. Kedua, manusia teralienasi dari dirinya sendiri dan aktivitasnya. Ketiga, manusia teralieniasi dari species-being (Dari dirinya sebagai human species). Keempat, manusia teralienasi dari manusia lain. Melihat teori tersebut dan mengamati fenomena nyata, seharusnya kita sadar untuk melakukan perubahan dari budaya kapitalisme menuju culture yang lebih menjunjung kemanusiaan dan humanisme.
Budaya hedonis, konsumerisme, dan apatis sebenarnya juga faktor dari kapitalisme. Bagaimana tidak, dengan adanya ekonomi kapitalis. Masyarakat akan terbawa kebiasaan menaruh keuntungannya untuk bersenang-senang (Hedonis). Pihak pemilik modal yang banyak menyediakan produk industri, akan mempermudah seseorang untuk lebih suka membeli maupun mengonsumsi daripada kreatif memproduksi (Konsumerisme). Sedangkan, orang-orang kaya hanya terus mengejar kepentingannya dan tidak peduli dengan orang miskin ataupun kondisi bangsa (Apatis).
Jika membicarakan dekadensi moral, melihat dari sudut pandang Freud tentang teori konsepnya yakni: Id (Keinginan), Ego (Tindakan), Super Ego (Moral atau Pemfilter). Selain itu, dengan sudut pandang syariat Islam mengenai naluri manusia terbagi beberapa hal. Diantaranya seperti: Gharizah Nau’ (Naluri lawan jenis), Gharizah Tadhayun (Naluri beragama), Gharizah Baqa’ (Naluri mempertahankan diri). Dimana dalam naluri tersebut terbagi menjadi dua arah, positif dan negatif.
Mengapa degradasi moral dapat terjadi jika dilihat dari sudut pandang Freud, ini karena ada masalah dalam dirinya. Dimana id, ego, super ego tidak berfungsi seimbang dengan baik. Manusia memiliki alam pra sadar, bawah sadar, dan sadar. Dalam alam pra sadar-nya ketika masa latent, seorang anak mendapat didikan yang kurang baik dari orang tua. Kemudian, masuk ke dalam alam bawah sadar. Sehingga, saat remaja akan muncul ke alam sadarnya berbentuk perilaku tersebut. Sedangkan sudut pandang agama Islam, seseorang dalam mengarahkan nalurinya lebih memilih ke jalan negatif. Sehingga, salah penggunaan dan tidak mengikuti tuntunan syariat yang diperintahkan Allah SWT.
Jika peradaban semacam ini terus berlarut, bangsa akan semakin runtuh. Kita jadi mudah dimasuki ideologi dan diperdaya oleh Negara lain. Apa kita mau kembali terjajah?
***
Tidak hanya dua kali atau sekali, kita mendiskusikan semacam problematik sosial. Berulang kali, dengan tema berbeda. Terkadang sama, pendalaman dari hasil analisis. Selain itu, biasanya Ustadz Jerry dan Sinta tidak pernah lepas dari buah tangannya saat berkunjung ke sini. Beliau memang sangat menyayangi keponakannya, sudah seperti anak kandung sendiri.
Tulungagung, 30 Oktober 2016
(Merupakan isi dari terbitan karya buku solo kedua Saya novel biografi, berjudul "MEMBUSUK DI DALAM SURGA"
Owner, Founder, CEO
= 085704703039
Customer Service
DUKUNG SITUS INI YA PEMIRSA, SUPAYA KAMI SEMANGAT UPLOAD CONTENT DAN BERBAGI ILMU SERTA MANFAAT.
DONASI DAPAT MELALUI BERIKUT INI =
0481723808
EKA APRILIA.... BCA
0895367203860
EKA APRILIA, OVO
0 Response to "BAB 9 Novel Membusuk di Dalam Surga, Binar-Binar "
Post a Comment